Jejak Pertapaan Prabu Brawijaya V (Sunan Lawu) Hingga Bung Karno
Alas Ketonggo ataupun dikenal dengan sebutan alas Srigati merupakan tempat yang bersejarah menurut legendanya. Dengan adanya daya tarik tersendiri itulah seperti biasanya pada saat 1 Muharam atau pergantian malam bulan hijriyah selalu dipadati ribuan pengunjung dari berbagai daerah. Sejak waktu mulai beranjak malam para pengunjung mulai berdatangan, mereka ada yang datang dengan cara berkelompok dan perseorangan. Terlihat dari plat nomor mobil yang dipakai pengunjung dapat dinyatakan mereka berasal mulai daerah Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya dan daerah terdekat dengan Ngawi seperti Nganjuk, Kediri dan Malang.
Alas Ketonggo adalah hutan dengan luas 4.846 meter persegi, yang terletak 12 KM arah selatan dari Kota Ngawi, Jawa Timur. Menurut masyarakat Jawa, Alas Ketonggo ini merupakan salah satu dari alas angker atau ‘wingit’ di tanah Jawa. Kawasan Alas Ketonggo mempunyai tempat pertapaan, di antaranya Palenggahan Agung Srigati.
Eyang Srigati adalah Priyagung, seorang begawan dari Benua Hindia yang datang ketanah Jawa. Beliaulah yang menurunkan Kerajaan-kerajaan di Indonesia mulai dari Pajajaran, Majapahit, Mataram dan seterusnya. Semua kisah Spiritual tertuang di Punden Srigati yang terdapat di desa Babatan Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi.
Pesanggrahan Srigati merupakan obyek wisata spiritual yang terdapat petilasan Raja Brawijaya. Konon tempat ini dulunya adalah tempat peristirahatan Prabu Brawijaya V setelah lari dari kerajaan Majapahit karena kerajaan diserbu oleh bala tentara Demak dibawah pimpinan Raden Patah tahun 1293.
Dikisahkan, ditempat itulah dalam perjalanannya ke Gunung Lawu (berasal dari kata LAM WAWU), Prabu Brawijaya V melepas semua tanda kebesaran kerajaan (jubah, mahkota, dan semua benda Pusaka), namun kesemuanya raib atau mukso. Petilasan Prabu Brawijaya V ini ditemukan mantan Kepala Desa Babadan, Somo Darmojo (alm) tahun 1963 berupa gundukan tanah yang tumbuh setiap hari dan mengeras bagaikan batu karang. Kemudian tahun 1974 didatangi Gusti Dorojatun IX dari Kasunanan Surakarta yang menyatakan bahwa petilasan tersebut bagian dari sejarah Majapahit dan petilasan tersebut diberi nama Palenggahan Agung Srigati. Palenggahan Agung Srigati ini terdapat berbagai benda-benda yang secara simbolik melambangkan kebesaran Kerajaan Majapahit, baik berupa mahkota raja, tombak pusaka, gong, dan lain-lainnya.
Keberadaan Pesanggrahan Srigati-sebuah obyek wisata spiritual di Ketonggo merupakan sebab utama kemasyhuran hutan seluas 4.846 meter persegi itu. Menurut catatan, di Ketonggo terdapat lebih dari 10 tempat pertapaan. Mulai dari Pesanggrahan Agung Srigati, Pundhen Watu Dhakon, Pundhen Tugu Mas, Umbul Jambe, Pundhen Siti Hinggil, Kali Tempur Sedalem, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sendang Mintowiji, Kori Gapit, dan Pesanggrahan Soekarno.
Memasuki Alas Ketonggo, para tamu langsung dapat melihat Pesanggrahan Agung Srigati, berupa sebuah rumah kecil berukuran 4×3 meter. Di dalamnya terdapat gundukan tanah, yang dari hari ke hari terus tumbuh, sehingga makin lama makin banyak. Dinding rumah itu dikitari bendera panjang Merah-Putih. Khas tempat sakral, Pesanggrahan Srigati pekat dengan bau dupa. Di sekitar tanah, yang terlindung atap rumah itu, juga berserakan bunga tabur yang selalu disebarkan para tamu.
Pada hari-hari tertentu, seperti Jumat Pon dan Jumat Legi, serta pada bulan Suro dalam kalender Jawa, ribuan masyarakat Jawa maupun luar Jawa mendatangi tempat ini berbondong-bondong ke pesanggrahan ini untuk merenung, tirakat dan berdo’a pada Sang Khaliq.
Adapun Pesanggrahan Soekarno, disebut demikian karena konon Presiden pertama RI Ir Soekarno pernah bertapa di tempat itu. Dikisahkan, ada seseorang tak dikenal yang pernah membawa foto Bung Karno yang sedang bertapa di tempat berdirinya Pesanggrahan Soekarno sekarang ini. Orang itu membawa foto Bung Karno bertapa tersebut, tahun 1977.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya sejumlah tokoh tua Ngawi menyepakati titik di mana Bung Karno bersemedi di Ketonggo itu dijadikan Pesanggrahan Soekarno. Dibanding Pesanggrahan Srigati, Pesanggrahan Soekarno terlihat lebih sederhana. Hanya ada lima tonggak yang menopang bilik kecil beratap asbes yang tanpa dinding itu. Di tengahnya ada beberapa batu.
Pengunjung di Alas Srigati tidak melakukan hal-hal yang sifatnya syirik, seperti menyembah punden segala macam. Akan tetapi para pengunjung melakukan ritual mengambil tempat Alas Srigati hanya sebagai tempat perantara untuk menyambung segala permintaan kepada Allah SWT. Seperti terlihat di Palenggahan Agung Brawijaya pengunjung sambil membakar dupa sebagai bentuk permintaan dan do’a kepada Yang Maha Kuasa.
Ditulis ulang oleh: Setya Sastroatmodjo
Referensi:
Posting khusus Syariat, Tariqat, Hakikat, Makrifat, silahkan kunjungi:
Visit Sufipedia
Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Paseban Jati dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:
Visit Donasi Paseban Jati
Anda sedang membaca artikel Yang Berjudul Napak Tilas Perjalanan Ruhani Sunan Lawu di Alas Ketonggo. Jika menurut Anda Napak Tilas Perjalanan Ruhani Sunan Lawu di Alas Ketonggo bermanfaat mohon bantu sebarkan. Untuk menyambung tali silaturahmi silahkan tinggalkan komentar sebelum meninggalkan Paseban Jati. Jika ingin bergabung menjadi anggota Paseban Jati, silahkan klik DAFTAR. Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.
Post a Comment Blogger Disqus