Jika awam menyebut punden berundak di Gunung Padang sebagai piramid, maka saya berani mengabarkan bahwa kompleks piramid terbesar di Indonesia ada di Gunung Lawu. Tahun 1997 saya beberapa kali mendaki Lawu bersama Kapalasastra UGM. Itu adalah awal ketertarikan saya pada megalit di kawasan puncak gunung yang dianggap sebagai jejak peninggalan Brawijaya Kang Kawekas (Sunan Lawu). Ketertarikan saya berubah jadi rasa penasaran yang sangat kuat setelah tertidur "panjang" di Pasar Dieng pada penghujung 1997. Dalam tidur saya itu, saya masuk pada setting hiruk pikuk pasar kuno di mana orang-orangnya berbicara dengan bahasa yang tidak saya mengerti. Sejak itu saya seperti dituntun untuk mencari tahu apa yang ada di sini. Saya pun sering datang kemari untuk penelitian atau sekedar refreshing. Waktu tempuh dari pintu gunung sekitar 8 jam dengan beban 15-20 kg, cukup ringan untuk mengenal Lawu sedikit demi sedikit. Anehnya, setiap kali ada tambahan info dan temuan dari Lawu, rasa ketidaktahuan saya bertambah. Banyak kisah dan mitos yang bertolak belakang antara narasumber satu dengan lainnya.
Yang nyata, di kawasan ini sedikitnya ada 17 punden berundak berbagai ukuran. Sebelas sudah diukur dan didokumentasikan, antara lain Punden Berundak Argo Dalem, Argo Dumilah, Argo Tiling, Cokrosuryo, Keputren, dan Sabdo Palon. Masyarakat kejawen banyak yang percaya bahwa punden-punden berundak di Puncak Gunung Lawu merupakan bekas Kraton yang dibangun Brawijaya yang lari karena serangan dari Demak. Cerita ini dikuatkan dengan temuan menhir yang di ujungnya tertera torehan Surya Majapahit. Saya pribadi lebih percaya bahwa Brawijaya bukan lari, melainkan menghindari perang saudara. Ia memilih kedamaian dengan moksa di sebuah tempat yang menjadi poros manusia dengan Sang Pencipta ketimbang berperang.
Saya sering merasa miris (bukan iri) dengan perhatian pemerintah dan publik pada Gunung Padang yang demikian besar, padahal, punden berundak di Gunung Lawu tidak kalah besar, tidak kalah luas, tidak kalah nilai. Ingin rasanya mengajak salah seorang penasihat atau staf khusus presiden, seperti Pak Andi Arief, yang bisa menghadirkan Gunung Padang dalam kancah perbincangan publik.
Seperti halnya punden berundak Gunung Padang, tinggalan prasejarah di Kawasan Puncak Gunung Lawu juga masih terus digunakan dari waktu ke waktu. Menilik bentuk bangunan dan benda-benda yang kami temukan di sana, sebelum Brawijaya datang (jika cerita ini benar), belasan punden berundak ini sudah ada jauh sebelumnya. Tinggalan prasejarah ini kembali digunakan pada masa klasik ketika pusat-pusat peradaban Hindu-Budha di Jawa runtuh. Boedi Soetanto menyebutnya gerakan milienarisme. Jejak yang sama yang corak Hindunya lebih dominan ditemukan di lereng Barat dan Selatan, seperti Candi Sukuh, Cetho, dan Kethek--bangunan candi dengan bentuk dasar punden berundak yang sangat nyata. Theodorus Aries Brian, mahasiswa arkeologi nyeleneh, kemaren mengabarkan pada saya tentang struktur-struktur yang diduga punden berundak di kawasan Tahura dan Segoro Gunung. Info ini melengkapi sederet data yang pernah saya kumpulkan saat membantu Pusat Arkeologi Nasional di lereng barat tahun 2014 lalu. Punden-punden tersebut, baik yang di kawasan puncak maupun lereng-lerengnya, sebagian besar masih dimanfaatkan hingga sekarang untuk berbagai kepentingan, termasuk doa politik dan pesugihan. Pabrik buku Kiky menorehkan haulnya di sini, juga ada monumen dari Angkatan.
Saya merasa perlu mengabarkan ini karena punden-punden itu kini terancam. Hampir seluruh bagian punden tertutup belukar dan sedimen. Perubahan lain, yang mestinya dapat dicegah, adalah ulah manusia. Pada menhir Cokrosuryo yang kini dicat kuning saya dapati tulisan "wong bodo nyembah watu" (orang bodoh nyembah batu). Gerakan "anti syirik" ini begitu terasa ketika saya menggapai puncak Argo Tiling. Cungkup di teras tertingginya ada yang membakar. Ancaman lain, para pendaki yang menjelajah puncak Gunung Lawu itu banyak sekali. Mereka tidak tahu bahwa batu-batu yang ada di situ itu bagian dari situs penting karena tidak diberi plang oleh BPCB seperti situs di tempat-tempat terjangkau. Karena ketidaktahuannya, mereka injak, mereka pindahkan untuk membuat perapian, mereka gulingkan untuk mendapatkan tempat datar untuk mendirikan tenda. Ancaman yang lain adalah proses pemanfaatan baru yang menghilangkan jejak lama, seperti memperbaiki jalan masuk dengan keramik, membangun cungkup di teras tertinggi menggunakan metalroof, dan banyak hal lagi terutama upaya para peziarah yang menyusun ulang batu-batu pembatas teras menjadi bentuk baru seperti piramid-piramid kecil.
Setiap ingat Lawu jantung saya selalu ratug. Saya dihantui rasa bersalah karena belum pernah publikasi. Masih banyak tanda tanya di kepala sehingga tulisan saya tentang Lawu tidak pernah selesai dan belum berani mempublikasikan. Namun, sore ini, setelah saya berdiskusi dengan teman-teman yang baru pulang penelitian dari Lawu, saya merasa menyelamatkan heritage di kawasan Lawu sangat mendesak untuk dilakukan. Semoga ada pihak, baik lembaga maupun perorangan, yang tertarik menyelamatkan Lawu, setidaknya membicarakannya agar kita tahu bahwa di puncak Gunung Lawu terdapat kompleks punden berundak terbesar di Indonesia--sebelum hilang dan dilupakan.
Sumber dan foto-foto oleh: Budi Saksono, Jajang A Sonjaya, Weningtyas Kismorodati
Posting khusus Syariat, Tariqat, Hakikat, Makrifat, silahkan kunjungi:
Visit Sufipedia
Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Paseban Jati dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:
Visit Donasi Paseban Jati
Anda sedang membaca artikel Yang Berjudul Piramid Terbesar Ada Di Gunung Lawu. Jika menurut Anda Piramid Terbesar Ada Di Gunung Lawu bermanfaat mohon bantu sebarkan. Untuk menyambung tali silaturahmi silahkan tinggalkan komentar sebelum meninggalkan Paseban Jati. Jika ingin bergabung menjadi anggota Paseban Jati, silahkan klik DAFTAR. Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.
Post a Comment Blogger Disqus