Kawruh Jiwa (Kawruh Begja)
Kawruh Jiwa sebelumnya biasa disebut Kawruh Begja yang artinya Ilmu Bahagia. Kawruh Jiwa berisi ajaran-ajaran Ki Ageng Suryomentaram tentang aplikasi filosofi kehidupan. Kawruh Jiwa sebagai bagian usaha anak bangsa mengembangkan Psikologi yang berbasis budaya lokal (Indigeneous Psychology).
Profesor Darmanto Yatman, Guru Besar Emeritus pada Fakultas Psikologi Undip menyatakan ada 3 aliran Psikologi Jawa berdasarkan ketokohan dan pendapatnya, yaitu Aliran R.M. Sosrokartono, Soemantri Hardjoprakosa, dan Ki Ageng Suryomentaram.
Aliran pertama, yaitu R.M. Sosrokartono, kakak R.A. Kartini, poliglot yang terkenal dengan falsafah sugih tanpa bandha, digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake. Aliran ini relatif sulit disaintifikasi karena referensinya yang jarang.
Aliran kedua gagasan Prof. Soemantri Hardjo Prakoso siap untuk menjadi psikologi dengan "Candra Jiwa Soenarto", turunan dari babon kitab Sasangka Jati. Kelemahan dari aliran ini adalah asosiasinya yang begitu dekat dengan organisasi Pangestu.
Aliran Ki Ageng Suryomentaram yang masih relatif "mudah" disaintifikasi menjadi ilmu Psikologi Nusantara, yaitu Kawruh Jiwa. Ki Ageng Suryomentaram, atau dalam artikel ini disingkat menjadi KAS adalah putra ke-55 Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Kehidupan kerajaan bergelimang harta dan memiliki tahta tidak membuat KAS puas. KAS merasa terbelenggu dalam sembah rakyat kecil dan amarah sang ayah. KAS menghilang dari keraton karena merasa "ora tahu kepethuk uwong" (tidak pernah bertemu manusia). Istana gempar termasuk Belanda. Belanda takut terjadi KAS menjadi Pangeran Diponegoro II, mengingat peperangan dengan Pangeran Diponegoro menjadi perang yang paling merugikan pihak Belanda ketika menjajah Indonesia.
Ajaran KAS: Mulur-Mungkret
Konsep mulur-mungkret (memanjang dan mengerut) disampaikan Ki Ageng Suryomentaram (KAS) dalam upaya untuk memahami keinginan manusia. Setiap manusia (normal) pasti memiliki keinginan, keinginan yang selalu bertambah-tambah, sesuai dengan sifat manusia yang tidak pernah puas. Jika keinginannya tidak tercapai, seringkali manusia menurunkan target keinginannya. Penyebab rasa senang ialah tercapainya keinginan. Keinginan yang tercapai menimbulkan rasa senang, enak, lega, puas, tenang, gembira. Padahal jika keinginan ini tercapai pasti mulur (memanjang), dalam arti meningkat. Ini berarti bahwa hal yang diinginkan itu meningkat entah kuantitas maupun kualitasnya. Ketika hal tersebut tidak dapat tercapai, maka akan menimbulkan susah. Jadi senang itu tidak dapat berlangsung terus-menerus. Adanya adalah keabadian perubahan senang-susah atau langgeng bungah-susah.
Neraka Dunia Ki Prasetyo Atmosutidjo, Ketua Komunitas Pelajar Kawruh Jiwa Yogyakarta yang juga menjadi pembicara dalam Sekolah Kawruh Jiwa menjelaskan bahwa sumber neraka dunia ada empat, yaitu (1) meri (iri), (2) pambegan (sombong) serta (3) getun (kecewa pada kejadian yang telah terjadi), dan (4) sumelang (waswas pada kejadian yang belum terjadi). Keempat hal tersebut menyebabkan raos tatu (rasa luka yang menyebabkan kecewa berkelanjutan) dan perasaan ciloko peduwung (celaka yang berkelanjutan).
Meruhi Gagasane Dhewe (Memahami Gagasan [Khayalan] Sendiri)
Puncak ajaran KAS adalah apabila seorang individu telah berhasil meruhi gagasane dhewe. Maksudnya, individu sudah berhasil memisahkan antara dirinya dan perasaannya. Apa yang dia rasakan, senang-susah hanyalah perasaan. Selain senang-susah yang berupa perasaan, manusia terlahir di dunia memiliki atribut-atribut yang seringkali sulit ditanggalkan, misalnya semat (kekayaan), derajat (kedudukan), dan kramat (kekuasaan). Ketiga hal tersebut begitu melekatnya pada manusia sehingga apabila dipisahkan dari seseorang akan menimbulkan dirinya masuk ke neraka dunia tadi, padahal atribut tersebut hanya semu. Misalnya seseorang dengan kekayaan, kedudukan, dan kekuasaan yang tinggi apabila sewaktu-waktu Tuhan menghendaki ketiga hal tersebut raib, orang itu akan kecewa (getun).
Orang dengan ketiga atribut tersebut, apabila belum bisa memahami khayalannya sendiri akan merasa waswas (sumelang) bahwa atribut yang dibanggakannya itu bisa sewaktu-waktu dicabut. Ketika seseorang sudah memisahkan aku (diri sendiri) dan aku (atribut-atribut duniawi) maka orang itu akan lebih merasa damai, percaya diri, dan lebih bahagia.
Tingkatan ini dalam Kawruh Jiwa disebut menungso tanpo tenger atau manusia tanpa ciri. Contoh perilaku ini nampak pada diri KAS dalam berpakaian. KAS tidak membedakan siapa orang yang ia temui. Siapapun orang yang ditemui, KAS selalu berpakaian sama seperti yang ditunjukkan dalam foto di atas, termasuk bertemu dengan Presiden Soekarno. (http://www.kompasiana.com/andra_gmu/jokowi-dan-kawruh-jiwa-ajaran-ki-ageng-suryomentaram_54f3d190745513942b6c8117)
Posting khusus Syariat, Tariqat, Hakikat, Makrifat, silahkan kunjungi:
Visit Sufipedia
Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Paseban Jati dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:
Visit Donasi Paseban Jati
Anda sedang membaca artikel Yang Berjudul Ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Jika menurut Anda Ajaran Ki Ageng Suryomentaram bermanfaat mohon bantu sebarkan. Untuk menyambung tali silaturahmi silahkan tinggalkan komentar sebelum meninggalkan Paseban Jati. Jika ingin bergabung menjadi anggota Paseban Jati, silahkan klik DAFTAR. Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.
Post a Comment Blogger Disqus