Paseban Jati

0
Ponorogo Pada Masa Kesultanan Demak
Setelah pemerintahan pusat Majapahit lemah sekali Bandar-bandar di pesisir Jawa seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik dan Surabaya memerdekakan diri dari Majapahit. Bandar bandar timbul/berkembang menjadi kerajaan-kerajaan kecil, berkat hubungan langsung yang erat dengan Malaka yang lambat laun para pengusaha Bandar-bandar itu lalu menganut Islam. 

Kerajaan-kerajaan kecil pesisir Jawa tersebut dapat berkembang menjadi Negara besar ialah Demak. Ketika diperintah oleh Raden Patah sekitar awal XVI, Demak dapat menguasai kota-kota pesisir yang lain seperti Lasem, Tuban, Gresik, dan Sedayu. Raden Patah diakui sebagai pemimpin kota-kota dagang pesisir dengan gelar Sultan. Dari Demak agama islam disebarkan keseluruh Jawa bahkan keluar Jawa. 

Siapa Raden Patah itu dapat diketahui dari beberapa sumber antara lain menyebutkan raja-raja Demak menyatakan dirinya sebagai keturunan Prabu Brawijaya Raja Majapahit. Demikian pula di dalam Purwaka Caruban Nagari disebutkan dengan jelas bahwa Raden Patah pendiri dan Sultan pertama Demak adalah anak Prabu Brawijaya Kertabumi. Raden Patah itu menurut Tome adalah pendiri Demak adalah disebut Pata Rodin. Babad tanah Jawi menyebutkan pendiri Demak adalah Raden Patah seperti kutipan ini: Risang poetri patoetan kekalih, samya dijaole oambayoene iko. Raden Patah Djoedjoeloeke, nenggih bebekanipun, saking Prabu ing Mahospait, kala ngidam kaworan, pinisah karoehoen, siro sang poatri ing tjino, patoetane lan aryo Damar satoenggil, Raden Koesen kang nama “Aryo Damar sigro deniro angling. Keh sang Prameswari soetaniro panenggih ing tembe, pasti djoemeneng ratoe Raden Patah ana ing Djawi poerwa raja kang islam. Simeng Majalangoe. Raja kapir kang ginanyan mengkweng Djawi sineba ing para Adji, Djawa tanpa sisingan. Dari Babad Tanah Jawi disimpulkan sebagai berikut: Raden Patah adalah Putra Prabu Majapahit dengan Putri Cina yang pada waktu hamil muda diberikan kepada Aryo Damar, setalah lahir bayi itu di beri nama Raden Patah. Jadi, darah yang menurun kepada Raden Patah adalah Prabu Majapahit Prabu Majapahit yang mempunyai istri Cina adalah Brawijaya terakhir. Arya Damar menyatakan kepada permaisurinya bahwa putranya yakni Raden Patah akan menjadi raja islam pertama di Jawa. 

Yang kita ketahui bahwa kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Demak, maka jelas Raden Patah adalah Raden Demak. Pada saat Raden Patah menginjak dewasa kerajaan Hindu Majapahit telah mulai runtuh yang disebabkan oleh perlawanan kaum bangsawan yang telah mendirikan kota di pantai utara dan mendapat bantuan Islam. Kesempatan ini dipergunakan Raden Patah untuk menemui Raden Rahmat. Raden Patah mengutarakan beberapa hal mengenai Majapahit yang telah lemah. Raden Patah tinggal pada Raden Rahmat. Untuk belajar beberapa hal dan setelah cukup diberi kedudukan di Bintoro.

Kemudian Bintoro dikembangkan atas dasar Islam. Mendengar hal itu raja Majapahit Brawijaya memanggil Raden Patah untuk diangkat Mangkubumi di Bintoro. Raden Patah memperkuat kedudukan Bintoro, berkat bantuan para wali berkembang menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa dengan nama Demak, rajanya Raden Patah dengan gelar Panembahan Djimbun

Dalam Babad Tanah Jawi disebut peran Raden Rahmat atau Sunan Ampel sebagai berikut: 15. Angoiko soesoenan ing Ngampel denito poetoe ngong kidipatoes madega nata iyo ing tanah jawa pan siro kang doewe waris koeto ing Demak iku kakim prayogi 20. Moermawarno siro ratoe mangoen islam nama asinopati boen ngabdir rahman, panembahan palembang Syayidin panaragama pamoerwardi nan, ing sarak kanjeng nabi. Dari beberapa sumber di atas jelas bahwa Raden Patah kemudian menjadi raja Islam Demak tetapi rupanya saat munculnya Demak, Majapahit sudah mengalami masa krisis hingga yang terjadi Brawijaya telah diganti/direbut oleh Girindrawardana yang bukan anaknya sendiri. Melihat kekacauan ini Raden Patah tidak berkenan karena Majapahit dikuasai keturunan lain yang tidak berhak atas tahta kerajaan. Sebenarnya pada jaman pemerintahan Brawijaya raja Majapahit terakhir (ayah Raden Patah) telah memberi daerah lungguh (wilayah kekuasaan) kepada Raden Patah yang kelak berkembang menjadi kerajaan Demak. 

Lain halnya yang terjadi dengan Raden Katong yang saat itu belum mempunyai daerah lungguh bahkan masih di daerah naungan Brawijaya. Pada suatu saat Brawijaya tahu bahwa sebelah timur Gunung Lawu dan sebelah barat Gunung Wilis ada seorang Demang dari Desa Kutu yang tidak mau datang Ke Majapahit maka Bathoro Katong disuruh mendatangkan Demang dari Kutu tersebut ke Majapahit.

PERANAN BATHORO KATONG DI PONOROGO

Sebelum mengutarakan peranannya, perlu ditelusuri siapa sebenarnya Raden Katong itu. Ada beberapa pendapat antara lain: Dr.L.Adam, Residen Madiun: ”Batoro Katong hidup pada masa runtuhnya Majapahit dan munculnya Demak (akhir abad XV dan awal abad XVI). Mungkin putra Raja Brawijaya V, yang mudanya Bathoro Katong bernama Lembu Kenongo. Slamet Hardjosenton, Kepala Kelurahan Setono dan Juru Kunci Makam Batoro Kathong ialah Putra Brawijaya raja Majapahit yang terakhir, atas pernikahannya dengan Putri dari Begelen. Pada masa mudanya Batoro Katong bernama Kebo Kanigoro. Sri Sarno, Kepala pembinaan Kebudayaan kabupaten Ponorogo “Bathoro Katong Putra Brawijaya V dengan Putri Begelen. Dalam Serat Katongan disebutkan: “Prabu Brawijaya V (Arya Ankawijaya) juga disebut Raden Alit raja Majapahit yang ketujuh atau terakhir berputra 117 orang. Disebutkan antara lain dengan Ibu Pengemban nomer 22 mempunyai anak Raden Joko Piturun atau Raden Arak Kal yang kemudian menjadi Adipati di Ponorogo dengan nama Bathoro Katong. 

Dari beberapa sumber diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Bathoro Katong putra Raja Majapahit Brawijaya V, yang mempunyai hak atas tahta Majapahit. Bathoro Katong mendapatkan daerah Lungguh dari ayahnya. Yang terletak di sebelah timur Gunung Lawu dan di sebelah barat Gunung Wilis ke selatan sampai pantai selatan. 

Beberapa peranan Batoro Kathong dapat disebutkan sebagai berikut : 

1. Bathoro Katong menakhlukkan demang Surya Ngalam.

Beberapa tahun kemudian setelah Bhre Kertabumi (Brawijaya V) naik tahta di kerajaan Majapahit tahun 1486 M. Bathoro Katong bersama dengan Seloaji berangkatlah dari Majapahit menuju ke Wengker untuk menemui Surya Ngalam/Demang Kutu di Suru Kubeng. Sebelum menemui Demang Kutu, Bathoro Katong bertemu dengan Ki Ageng dari Desa Mirah, anak Ki Ageng Gribig. Ki Ageng Mirah adalah mubalig yang telah beberapa waktu bertugas menyebarkan agama Islam di Wengker. Banyak hal penting keadaan Bumi Wengker yang dijelaskan Ki Ageng Mirah yang telah lama berpangalaman di Bumi Wengker. Kepada Bathoro Katong mereka bersepakat berjuang bersama Ki Ageng Mirah menyebarkan agama Islam dan Bathoro Katong di bidang Pemerintahan Untuk mempermudah pencapaian tujuan, Ki Ageng Mirah menghendaki Bathoro Katong masuk Islam. Dengan sukarela (tidak berkeberatan) Bathoro Katong masuk Islam. Setelah itu Bathoro Katong dan Ki Ageng Mirah selalu bekerja sama mempelajari situasi dan kondisi Wengker agar misi dan tujuannya tercapai. Ki Ageng Mirah merasa gembira karena dapat bekerja sama dengan Bathoro Katong yang masih keturunan Majapahit itu. Di samping itu Bathoro Katong dan Ki Ageng Mirah mengatur siasat untuk menghadapi Kedemangan Kutu Hal ini disebabkan oleh sikap Demang Kutu yang tidak tunduk (Mbalelo) terhadap pemerintahan Majapahit. Ki Ageng Kutu tidak setia kepada pemerintahan Majapahit disebabkan: 
  • Ki Ageng Kutu adalah keturunan Majapahit yang berkuasa di Wengker 
  • Kertabumi pernah merebut tahta Pandan Salas leluhur Ki Ageng Kutu 
  • Pemerintahan Majapahit dalam keadaan lemah karena adanya perebutan kekuasaan. 
Untuk menaklukkan Demang Kutu Bathoro Katong menempuh jalan damai, pendekatan kekeluargaan dan toleransi, yakni : 
  • Menyatukan wawasan/cara pandang bahwa antara Ki Ageng Kutu dengan Raden Katong bukanlah musuh 
  • Bathoro Katong memperistri Niken Sulastri putri Ki Ageng Kutu 
  • Dapat memiliki (menguasai) keris Kyai Jabardas dan keris Rawe Puspita andalan Kedemangan Kutu 
2. Bathoro Katong menyebarkan agama Islam di Ponorogo 

Ki Ageng Mirah telah merintis menyebarkan agama Islam di Wengker hasil yang diperolehnya belum memadai. Terbukti masyarakat Wengker pada waktu itu masih kokoh memegang nilai-nilai lama dan tradisional yang dijiwai paham Hindu. Oleh karena itu kedatangan Raden Katong (Bathoro Katong) disambut gembira oleh Ki Ageng Mirah. Setelah itu keduanya bekerja sama untuk melaksanakan misi pemerintahan dan penyebaran agama Islam. Pada tahap pertama Bathoro Katong. Ki Ageng Mirah, dan Seloaji pergi ke Bintoro untuk berguru kepada wali dan ulama Islam. Di Bintoro mereka memperoleh berbagai pelajaran pengetahuan pemerintahan dan agama Islam. Setelah dirasa cukup, Bathoro Katong dan pengikutnya kembali ke daerah lungguhnya (daerah di sebelah timur Gunung Lawu dan di sebelah barat Gunung Wilis). 

Tahap kedua, dalam penyebaran agama Islam Bathoro Katong menggunakan cara pendekatan persuasif, toleransi yang asimilatif-sinkreatif dan akulturatif, bukan dengan kekerasan dan peperangan. Berdasarkan pendekatan tersebut pengaruh Islam dapat dengan mudah ditanamkan dan diperkembangkan dalam masyarakat. Di samping itu Bathoro Katong menyebarkan agama Islam melalui saluran kesenian Reog. Keberhasilan jerih payah Bathoro Katong, Ki Ageng Mirah, Seloaji dan para pengikutnya terbukti dengan adanya pondok-pondok pesantren di Ponorogo 

3. Bathoro Katong Mendirikan Kadipaten Ponorogo.

Menurut Babad Ponorogo, setelah Raden Katong sampai di wilayah, Wengker memilih tempat yang memenuhu syarat untuk pemikiman, (yaitu Plampitan, Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan sekarang). Meskipun situasi dan kondisi masih banyak dijumpai hambatan, tantangan, yang datang silih berganti, Raden Katong, Seloaji, dan Ki ageng Mirah serta pengikutnya mulai mendirikan pemukiman. Sekitar tahun 1482 M, konsolidasi wilayah mulai dilakukan, hal ini ditandai dengan adanya sebuah prasati terletak di Telaga Ngebel yang kemudian dikenal dengan Prasati Kucur Bathoro

Dengan melaksanakan konsep-konsep perjuangan yang dilakukan dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan, Raden Katong dapat melanjutkan perjuangannya. Selanjutnya antara tahun 1482-1486 M, upaya dalam rangka menegakkan perjuangan dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit semua kesulitan dapat diatasi, akhirnya pendekatan kekeluargaan dengan KI Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya mulai membuahkan hasil. Langkah berikutnya dengan segala upaya dan usaha ditempuh untuk mengadakan persiapan-persiapan dalam rangka merintis mendirikan kadipaten. Dengan semua pihak Bathoro Katong (Raden Katong) dapat mendirikan Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV dan menjadi Adipati yang pertama. 

BERDIRINYA KADIPATEN PONOROGO 

a. BEBERAPA SUMBER YANG BERKAITAN DENGAN BERDIRINYA KADIPATEN PONOROGO 

Ada dua sumber utama yang kami jadikan bahan kajian dalam menelusuri Hari Jadi Kadipaten Ponorogo yakni : 

a. Sejarah lokal Baik Legenda maupun Buku Babad 

Banyak cerita yang berkembang di kalangan masyarakat bahkan ada yang telah ditulis di dalam buku Babad dan lain-lain. Menurut babad maupun cerita rakyat, pendiri Kadipaten Ponorogo ialah Raden Katong putra Brawijaya V raja Majapahit dengan Putri Begelen. Diduga berdirinya Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV. 

b. Buku peninggalan Benda-Benda Purbakala Kebudayaan seseorang itu bersumber dari masyarakatnya. 

Dalam arti konsentrasi tertinggi adalah basis alam dari kehidupan kebudayaan itu sendiri 30 Masyarakat Wengker menganut kepercayan Hindu yang jelas beralkuturasi dengan tradisi-tradisi yang berlaku saat itu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan benda-benda purbakala antara lain : 
  1. Sebuah Arca Syiwa 
  2. Tiga buah arca Durga 
  3. Lima buah arca Ghanesa 
  4. Dua arca Nandi 
  5. Sebuah arca Trimurti 
  6. Dua arca Mahakala sebagai Dwarapala 
  7. Sebuah Lingga 
  8. Sebuah Yoni 
  9. Sepasang Lingga Yoni 
  10. Sembilan buah miniatur lumbung padi 
  11. Arca Gajah-Gajah Siwarata, kendaraan Bathara Indra berasal dari Timur 
  12. Wisnoe barasal dari Timur 
  13. Ganesa penunggu rumah dengan angka tahun 1355 Saka = 1433 M 14. Umpak terdapat di Pulung dengan angka tahun 1336 Saka = M. 31 15. 
Sejumlah Patung/Arca logam yang ditemukan di Desa Kunti, Kecamatan Bungkal. Disamping itu ditemukan pula peninggalan benda-benda purbakala di sekitar Makam Bathoro Katong. Dari Komplek makam ini diperoleh petunjuk angka tahun kapan kiranya Bathoro Katong mendirikan Kadipaten Ponorogo. Di depan Gapura pertama yang berdaun pintu atau Gapura ke-5, disebelah utara dan selatan terdapat sepasang batu menyerupai tempat duduk yang menurut tradisi disebut Batu Gilang. Pada batu tersebut terlukis Candra Sengkala, memet dari belakang ke depan berupa: manusia, pohon, burung, (Garuda) dan gajah. 
  • Manusia : angka 1 
  • Pohon : angka 4 
  • Burung Garuda : angka 1 
  • Gajah : angka 8 
Berdasarkan kajian itu, Tim Sembilan menyimpulkan Candra Sengkala memet pada Batu Gilang tersebut menunjukkan angka tahun 1418 Saka. 

BATHORO KATONG DIWISUDA 

1. Figur Seorang Bathoro Katong

Nama Bathoro Katong sudah tidak asing lagi bagi Masyarakat Ponorogo, bahkan nama itu seakan sudah menyatu dengan nama Kota Ponorogo. Menurut pendapat Para Sarjana, cerita rakyat dan buku-buku babad, Bathoro Katong adalah pendiri Kadipaten Ponorogo yang selanjutnya berkembang menjadi: Kabupaten Ponorogo. Hal itu sudah menjadi keyakinan masyarakat Ponorogo tanpa mempermasalahkan “Kapan“ Bathoro Katong Diwisuda sebagai Adipati Ponorogo. 

2. Kapan Bathoro Katong Diwisuda 

Berdasarkan penelitian dan analisa sejarah dari berbagai sumber terutama pengkajian terhadap peninggalan benda-benda purbakala yang berkaitan dengan masa pemerintahan Bathoro antara lain dapat kami sampaikan sebagai berikut : 

- Batu Bertulis Kucur Bathoro 
Di wilayah Kecamatan Ngebel ada Lokasi/ tempat yang dinamakan Kucur Bathoro. Menurut Moh. Hari Soewarno, Kucur Bathoro itu diperkirakan tempat bersemedi Bathoro Katong pada saat akan memulai melaksanakan tugas di Bumi Wengker. Ditempat itu terdapat sebuah batu bertulis yang menunjukkan angka tahun 1482 Masehi 

- Prasasti Batu Gilang di Makam Bathoro Katong
Di komplek makam Bathoro Katong yaitu di depan gapura ke- 5 terdapat sepasang batu yang disebut Batu Gilang oleh masyarakat Ponorogo. Pada batu gilang itu terlukis Candra Sengkala memet berupa Gambar: pohon, burung (Garuda) dan gajah, yang melambangkan angka tahun 1418 Saka atau tahun 1496 Masehi. Batu Gilang itu berfungsi sebagai Prasasti “Penobatan“ yang dianggap suci. 

Atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala tersebut dengan menggunakan Buku Handbook Of Oriental History halaman 37, dapat ditemukan hari wisuda Bathoro katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo pada Ahad Pon 1 Besar 1418a bertepatan dengan 11 Agustus 1496 Masehi atau 1 Dhulhijah 901 H.

Posting khusus Syariat, Tariqat, Hakikat, Makrifat, silahkan kunjungi:

http://sufipedia.blogspot.com
Visit Sufipedia

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Paseban Jati dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:





http://paseban-jati.blogspot.co.id/p/donasi.html
Visit Donasi Paseban Jati

Anda sedang membaca artikel Yang Berjudul Ponorogo Pada Masa Kesultanan Demak. Jika menurut Anda Ponorogo Pada Masa Kesultanan Demak bermanfaat mohon bantu sebarkan. Untuk menyambung tali silaturahmi silahkan tinggalkan komentar sebelum meninggalkan Paseban Jati. Jika ingin bergabung menjadi anggota Paseban Jati, silahkan klik DAFTAR. Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top