Paseban Jati

Kitab Barencong
Silsilah Asal Usul Kitab Barencong

Riwayat Syekh Muhammad Abdussamad (Datu Sanggul)

Datu Sanggul, begitu masyarakat lebih mengenalnya. Seorang tokoh panutan di zamannya, sekitar abad ke-18 Masehi, satu zaman dengan Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Ketulusan hatinya dalam melaksanakan ibadah, dan ketaqwaannya dalam menegakkan kalimat-kalimat Allah, serta keramat yang diberikan Allah kepadanya, membuat ia terkenal sampai ke pelosok negeri.

Satu hal yang amat tergambar dalam sosok Datu Sanggul, adalah ketekunannya dalam menuntut dan menyempurnakan ilmu. Semangat menuntut ilmu itu jualah yang kemudian membuatnya sampai ke Bumi Kalimantan, khususnya Desa Tatakan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Yaitu berguru dengan Datu Suban. Di Desa Tatakan pula beliau kemudian dimakamkan yang sampai sekarang makamnya terus diziarahi masyarakat.

Dalam salah satu riwayat diceritakan, Datu Sanggul disebutkan bernama asli Syekh Muhammad Abdussamad. Dalam riwayat lainnya, disebutkan bahwa nama beliau adalah Ahmad Sirajul Huda. Beliau berasal dari Palembang, kemudian melanglang buana ke berbagai penjuru untuk menuntut ilmu.

Mengapa digelari Datu Sanggul? Salah satu riwayat menceritakan, hal tersebut karena ketekunan beliau dalam dalam mentaati perintah gurunya di dalam ‘khalwat khusus’ yang sama artinya dengan ‘menyanggul’ atau menunggu (turunnya) ilmu dari Allah SWT.

Ada juga yang mengatakan beliau sering menyanggul atau menghadang pasukan tentara Belanda di perbatasan Kampung Muning, sehingga tentara Belanda pun kocar-kacir dibuatnya. Versi lainnya lagi menyebutkan, gelar Datu Sanggul itu karena kegemaran beliau menyanggul (menunggu) binatang buruan. Ada juga yang mengatakan rambut beliau yang panjang dan selalu disanggul (digelung). Wallahu a'alam.

Keramat Datu Sanggul ini pun dibuktikan Datu Kalampayan, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Pada suatu hari Jum’at di Kota Mekkah, Datu Kalampayan ada di sana. Sewaktu di Masjid Mekkah untuk melaksanakan shalat Jum’at berjamaah, Datu Kalampayan melihat seseorang sembahyang di dekatnya. Beliau tertarik untuk mengetahui, karena orang itu mengenakan baju palimbangan hitam dan celana hitam serta memakai laung. Datu Kalampayan yakin bahwa itu bukan orang-orang Mekkah, karena orang-orang Mekkah tidak ada yang berpakaian demikian. Pakaian seperti itu hanya dipakai oleh orang Banjar atau orang tanah Jawa. Dan peristiwa itu dilihat Datu Kalampayan selama beberapa kali Jum’at. “Tidak salah lagi, ini pasti orang Banjar,” ujar Datu Kalampayan kala itu.

Lalu, Datu Kalampayan mengulurkan tangannya, kemudian mereka bersalaman. Tak puas bertemu di masjid, Datu Kalampayan membawa orang itu ke rumahnya. Syekh Muhammad Arsyad lalu bertanya dan dijawab orang tersebut bahwa ia bernama Datu Sanggul. Datu Kalampayan bertanya pula: “Saudara ini orang mana, asal negeri mana dan sudah berapa lama tinggal di Mekkah.”

Datu Sanggul menjawab pertanyaan itu dengan senyum. “Saya setiap Jum’at datang ke sini untuk bersembahyang, dan aku berasal dari Banjar. Tempat diamku di Banjar. Jelasnya Tatakan,” ujarnya.

“Jauh juga. Kalau begitu melewati Martapura, Kayu Tangi. Melalui tempat tinggalku. Itu sangat jauh. Jika demikian dengan apa kemari setiap Jum’at?,” ujar Datu Kalampayan bertanya.

Datu Sanggul pun menjawab, “Aku tidak memakai apa-apa. Hanya karena hendak ke mari saja, dan kebetulan Allah SWT memberikan kekuatan kepadaku sehingga aku sampai ke sini.”

Terpikir dalam hati Datu Kalampayan tentang kedatangan Datu Sanggul itu, apakah ia memang masih waras atau orang yang terganggu pikirannya. Jawaban Datu Sanggul tadi dirasanya tak masuk akal sehat. Sebab mungkinkah jarak yang demikian jauhnya antara Tatakan dan Mekkah bisa dicapai hanya dalam waktu begitu singkat, dan bahkan tidak memakai apa-apa. Namun dari dialek bahasanya, Datu Kalampayan yakin bahwa Datu Sanggul adalah berasal dari Banjar.

Untuk menguji ketidakpercayaannya itu, Datu Kalampayan pun kemudian berkata kepada Datu Sanggul. “Kalau betul engkau pulang pergi dari Tatakan ke sini, coba tolong hari Jum’at yang akan datang bawakan aku oleh-oleh dari kampung. Aku sudah sangat lama tidak pulang. Mungkin sudah mencapai waktu 30 tahun. Selama ini aku selalu berada di Mekkah tak pernah ke mana-mana. Nah kira-kira musim buah apa di kampung kita? Bawakan kemari untukku, terutama di Martapura sekarang ini musim apa kiranya,” ujar Datu Kalampayan.

Datu Sanggul lalu berdiri di depan jendela. Tangannya dilambaikannya ke luar jendela. Ketika ia menarik kembali tangannya, ada sebiji durian dan kuini. “Nah, Datu Kayu Tangi ambil durian dan kuini ini. Ini datang dari Sungkai,” kata Datu Sanggul.

Buah itu diterima Datu Kalampayan, dan diperiksa masih ada getah dari tangkai kuini itu. Sama seperti baru dipetik dari samping rumah. Durian dan kuini tersebut masak pula. Segera Datu Kalampayan mengupas dan memakannya. Memang betul durian dan kuini. Di Mekkah kedua buah tersebut tidak ada. Kuini Jawa saja tidak terdapat, kecuali jenis asam-asaman lain. Dan suatu Datu Kalampayan kembali ke Tanah Banjar, ia semakin kaget karena ada buah kuini dari kerajaan Banjar yang tiba-tiba menghilang. Rupanya, buah kuini itulah yang dipetikkan Datu Sanggul untuk Datu Kalampayan.

Sejak pertemuan awal itu, Datu Sanggul dan Datu Kalampayan semakin sering bertemu di setiap shalat Jum’at. Dan karena sering bertemu, maka terjalinlah persahabatan antara keduanya. Sering Datu Sanggul dibawa ke kediaman Syeikh Muhammad Arsyad. Datu Sanggul pun tidak pernah menolak. Dari persahabatan keduanya ini pula kemudian ada satu kitab yang dikenal Kitab Barencong. Yakni, kitab yang dibagi dua secara diagonal. Satu bagian dipegang oleh Datu Kalampayan, dan sebagian lainnya dibawa oleh Datu Sanggul.

Gurunya

Datu Sanggul, atau Syekh Abdussamad, atau Syekh Ahmad Sirajul Huda, berasal dari Palembang. Dia berguru kepada Datu Suban, seorang ulama besar yang ditemuinya dalam mimpi, yang tinggal di Kalimantan Selatan.

Setelah mendapat restu dari ibunya, dia berlayar ke Kalimantan melalui selat Bangka Belitung dan kota Banjarmasin hingga tiba di Kampung Muning, Pantai Munggutayuh Tiwadak Gumpa Rantau Tapin, Kalimantan Selatan, pada tahun 1750 M.

Singkat cerita, Datu Sanggul menjadi murid kesayangan Datu Suban dan diberi sebuah kitab pusaka yang berbentuk segi delapan. Rupanya ketika' kitab itu diserahkan, itulah akhir hayat Datu Suban, karena tak lama kemudian dia wafat dalam balutan asap putih yang mengepul ke udara ketika tengah berjalan meninggalkan tempat upacara penyerahan kitab tersebut.

Setelah mengamalkan ilmu hakikat dan ilmu laduni dari gurunya itu, Datu Sanggul diberi kelebihan oleh Allah, seperti menceburkan diri ke air sungai dan berwudhu tapi badannya tidak basah kecuali yang wajib wudhu. Tiap hari Jum'at bersembahyang Jum'at di Masjidil Haram, Makkah.

Dia juga berteman dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari sejak tahun 1760, yang bertemu setiap shalat Jum'at di Makkah.

Syekh Arsyad ingin mempelajari kitab pusaka Datu Suban yang bersegi delapan. Namun Datu Sanggul meminjamkan hanya sebelah sehingga kitab itu berbetuk rencong dan disebut kitab Barencong, dengan catatan: bila ingin melanjutkan kajian dalam kitab itu, Al-Banjari harus turun ke tanah Jawi dan menemuinya di Kampung Muning sambil membawa kain putih seukuran lima helai kain sarung.

Ternyata ketika tiba saatnya untuk mempelajari kitab itu, Syekh Arsyad Al Banjari tidak berhasil menemui Datu Sanggul di Kampung Muning, karena ia sudah wafat.

Teringat pada pesan agar membawa kain putih berukuran lima kain sarung Syekh Arsyad pun menduga bahwa ketika itu agaknya Datu Sanggul sudah mendapat firasat dari Allah akan meninggal bila belahan kitab Barencong itu diserahkan.

Begitulah. Sungguh teramat banyak lagi cerita-cerita akan keramat Datu Sanggul. Termasuk menjelang akhir hayatnya, Datu Sanggul minta dibawakan kain kafan kepada Datu Kalampayan apabila Datu Kalampayan selesai menuntut ilmu dari Mekkah (pulang ke Tanah Banjar). Dan ternyata, kain kafan itu digunakan untuk mengkafani Datu Sanggul sendiri yang berpulang ke Hadirat Allah bertepatan dengan pulangnya Datu Kalampayan dari Mekkah ke Tanah Banjar.

Sungguh tak terasa, kini sudah 249 tahun kejadian itu berlalu. Di komplek Kubah Datu Sanggul di Desa Tatakan Tapin, dilaksanakan peringatan haul Datu Sanggul setiap tahunnya.

Datu Sanggul adalah hamba Allah yang alim dan dikenal luas dianugerahi ilmu ma’rifat. (Sumber : Mistikus Cinta Follow us: @Mistikus_Sufi on Twitter | mistikussufi on Facebook)


Posting khusus Syariat, Tariqat, Hakikat, Makrifat, silahkan kunjungi:

http://sufipedia.blogspot.com
Visit Sufipedia

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Paseban Jati dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:





http://paseban-jati.blogspot.co.id/p/donasi.html
Visit Donasi Paseban Jati

Anda sedang membaca artikel Yang Berjudul Kitab Barencong - Silsilah Asal Usul Kitab Barencong (1). Jika menurut Anda Kitab Barencong - Silsilah Asal Usul Kitab Barencong (1) bermanfaat mohon bantu sebarkan. Untuk menyambung tali silaturahmi silahkan tinggalkan komentar sebelum meninggalkan Paseban Jati. Jika ingin bergabung menjadi anggota Paseban Jati, silahkan klik DAFTAR. Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.
 
Top