Paseban Jati

0
Prasasti Sangguran dan Pucangan Saksi Sejarah yang Terlantar di Inggris dan India
Ada beberapa artefak penting bagi sejarah RI yang tercecer di luar negeri. Seperti 2 artefak ini.

"Dari pemerintah Indonesia harus ada permintaan yang resmi untuk Prasasti Sangguran atau Minto Stone. Prasasti itu berada di perbatasan Skotlandia dan Inggris," demikian kata sejarawan asal Inggris, Peter Brian Ramsey Carey.

Minto Stone berasal dari tahun 929 Masehi, lokasi aslinya dari Ngandat, Malang, Jawa Timur. Dalam prasasti itu tertera nama Raja Jawa, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sari Wijayamokanamottungga, yang memerintah di sekitar Malang. Prasasti itu mengandung ancaman, atau kutukan bagi pengurus desa dan penduduk Sangguran yang berbuat jahat, maka akan mendapatkan karma jelek, mati dengan mengerikan. Kutukan itu menyebutkan bahwa yang berbuat jahat mati dengan dibelah kepalanya, ususnya terburai, hidungnya dipotong dan hal-hal mengerikan lainnya.

Nah, pada tahun 1812, Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, Thomas Stamford Rafles memindahkan batu itu ke Kalkuta, India. Kemudian menyerahkan pada atasannya, Gubernur Jenderal Inggris di India, Lord Minto. Sejak itu, prasasti itu menjadi bagian dari keluarga Minto, dan dinamakan Minto Stone, di rumah keluarga Minto, Hawick, Skotlandia.

"Dan prasasti ini diletakkan di luar rumah, di samping kebun, kena hujan, terik matahari. Itu sama sekali tidak tepat untuk satu benda yang berharga seperti itu," jelas Peter.

Mengapa Prasasti Sangguran atau Minto Stone ini penting? Menurut Wikipedia, Raja Dyah Wawa adalah Raja Mataram yang terakhir di Jawa Tengah. Sedangkan penerusnya, Mpu Sindok, memindahkan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Alasan pindah dari Jateng ke Jatim itulah yang belum diketahui.

Sejarah Prasasti Sangguran

Pada 1813, Prasasti Sangguran direngut dari Bhumi Ngandat, kemudian oleh Raffles dihadiahkan kepada Lord Minto di Calcuta. Batu bertuah itu oleh Minto, diletakkan di rumahnya (Minto House), Bukit Minto, Tepi Sungai Teviot, dekat Hawick, Skotlandia.

Prasasti Sangguran atau disebut dengan Prasasti Ngandat, atau juga dikenal sebagai Minto Stone pendiriannya dilakukan dengan upacara sakral. Sejumlah tokoh agama datang memberikan berkah do’a. Tata upacara disebutkan rinci dan runtut.

Adalah dua Samgat (biasa ditulis Pamgat = jabatan keagamaan atau dharma upapatti), yaitu Samgat Madander Pu Padma dan Samgat Aggehan Pu Kundala, mendapat kehormatan menerima perintah Rakryan Mapatih I Hino Pu Sindok, dari Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga, untuk melaksanakan pungutan di Desa Sangguran. Pungutan tersebut sebagai pemasukan Punta di Mananjung, yang bernama Dyang Acarryya………untuk Bhatara yang bersemayam di bangunan suci di daerah perdikan para pandai logam di Mananjung (letak Mananjung hingga saat ini belum ditemukan. Tapi seharusnya, tidak boleh jauh dari Ngandat). Penggunaannya khusus memenuhi keperluan pemeliharaan dan berbagai keperluan bangunan suci di Mananjung tersebut.

Setelah penganugrahan Desa Swatantra Sangguran oleh Raja Wawa-- Raja ke XII Mataram Kuna—itu, maka Desa Sangguran tidak boleh ada pungutan lagi. Baik dari para patih, wahuta, dan semua abdi dalem raja, atau dari pihak mana pun juga. Demikian pula yang berkenaan dengan denda segala tindak pidana (sukha duhkha) dan denda bagi hukuman yang tidak adil (danda kudanda). Kesemuanya itu adalah hak Bhatara yang bersemayam dibangunan suci peribadatan, atas perbendaharaan raja tersebut. Pungutannya dibagi tiga. Sebagian untuk Bhatara, sebagian lagi untuk penjaga sima, dan sisanya untuk para petugas.

Setelah memberikan sejumlah hadiah kepada Maharaja, mapatih dan semua undangan yang hadir, Sang Makudur (pemimpin upacara sima) mempersembahkan air suci, dan mentahbiskan susuk serta kalumpang. Kemudian dia memberi hormat Sang Hyang Teas (sebutan tugu batu prasasti, sinonim dengan susuk dan Sang Hyang Watu Sima) yang terletak di bawah witana. Selanjutnya, dengan langkah yang teratur Makudur menuju tugu batu tersebut, dan menutupnya dengan sepasang kain wdihan.

Mulailah Sang Makudur memegang ayam, lalu memotong lehernya berlandaskan kulumpang. Disusul dengan membanting telur ke atas batu sima, sambil mengucapkan sumpah serapah, agar watu sima tetap berdiri kokoh. Demikian ucapan Makudur:

“Berbahagialah hendaknya Engkau semua hyang Waprakeswara, maharesi Agasti, yang menguasai timur, selatan, barat, utara, tengah, zenith, dan nadir, matahari, bulan, bumi, air, angin, api pemakan korban, angkasa pencipta korban, hukum, siang, malam, senja………………………………… engkau yang berinkarnasi memasuki segala badan. Engkau yang dapat melihat jauh dan dekat pada waktu siang dan malam, dengarkanlah ucapan kutukan dan sumpah serapah kami……………………Jika ada orang jahat yang tidak mematuhi dan tidak menjaga kutukan yang telah diucapkan oleh Sang Wahuta Hyang Kudur. Apakah ia bangsawan atau abdi, tua atau muda, laki-laki atau perempuan, wiku atau rumah tangga, patih, wahuta, rama, siapapun merusak kedudukan Desa Sangguran yang telah diberikan sima kepada Punta di Mananjung……………………………..maka ia akan terkena karmanya.

Prasasti Sangguran, yang ditemukan di Dusun Ngandat (Sekarang masuk Wilayah Desa Mojorejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu). Pahatan pada balok batu setinggi 160 cm, lebar 122 cm, dan tebal 32,5 cm tersebut, bertulisan yang diidentifikasi berhuruf Jawa Kuna dan sedikit bagian pembuka berhuruf Sansekerta. Tulisan 38 baris terdapat pada bagian depan batu (recto). Empat puluh lima baris kalimat terpahat di belakang (verso), dan bagian samping (margin) kiri 15 baris kalimat. Bagian bawahnya berbentuk umpak dengan hiasan teratai ganda (padmasana).

Sebagian akan saya nukil transliterasi perbaikan pembacaan oleh Hasan Djafar. Pembacaan tersebut didasarkan pada hasil pembacaan J. LA Brandes (1913), dan saran dari H. Kern (1915), N.J. Korm (1917), L.C. Damais, serta H.B. Sarkar (1972) sebagai berikut :

Cuplikan Bagian Recto

//o//awghnam = astu// siwam astu sarwwajagatah parahitaniratah bhawantu bhuta(gan)ah /
………dosah praghanatsat sarwwatra sukhi bhawatu lokah ( //o// )
Swasti sakawarsatita 850 srawanamasa titi caturdasi suklapaksa…….
……….irika diwasa ni ajna sri maharaja rakai pangkaja dyah wawa sri wijayalokanamotungga, tinadah rakryan mapatih I hino pu sindok sri isanawikrama, umisor is samgat momahumah kalih madander pu padma anggehan pu kundala kumonakan ikanang/
Wanua isangguran watak waharu………………………………………
……………………………watak ijro ityaiwamadi tan tama irikanang wanua sima I sangguran kewala bhatara I sang hyang prasada kabhaktyan ing sima kajuru gusalyan I mananjung, atah pramana I sadrewya hajinya kabaih/

Cuplikan Bagian Verso

………ka ike samaya sapatha sumpah pamangmang ma/……………
Irikeng sapatha sinrahakan sang wahuta hyang kudur, hadyan hulun matuhara.
Prasasti Sangguran 928 Masehi
Rai laki-laki wadwan, wiku grahasta muang patih rama asing umulahhulah ikeng wanua I sangguran, sima inarpanakan punta I mananjung I bhatara, I sang hyang prasada kabhaktyan ing sima kajurugusalyan, idlaha ni dlaha ………………………………………..
Bwat karmaknanya, patyananta taya kamung hyang deyantat patiya, tattanoliha I wuntat, ta (t) tinghala I likuran, ta®ung ingadegan tampya

I i wirangan, tutuh tundunnya wlah kapalanya, sbitakan. Wrangnya rantannususnya wtuakan dalmanya, duduh hatinya pangandagingnya inum rahnya teher pepedakan......................................................................
Wkasan pranantika, yan para ring alas panganan ring mong, patuk ning ula............................................................................................

Cuplikan dari terjemahan oleh Hasan Djafar:

Tak banyak yang mengetahui, bahwa prasasti tersebut dulu berdiri di Dusun Ngandat, Kota Batu. Ketika Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816), memegang tampuk kepemimpinan atas jajahan Inggris di Pulau Jawa. Saat itulah, dia terkesima oleh keindahan prasasti yang digambarkan John Newman. 
Sedangkan satu lagi prasasti yang bernasib serupa adalah Prasasti Pucangan, yang berasal pada tahun 1.040 Masehi. Menurut Peter, prasasti ini merupakan peninggalan Raja Airlangga yang menjelaskan beberapa peristiwa serta silsilah keluarga raja yang berurutan.

Menurut Wikipedia, dinamakan Prasasti Pucangan karena ditemukan di tempat pertapaan Pucangan dekat Gunung Penanggungan, Mojokerto, Jawa Timur. Prasasti ini juga dibawa Rafles ke Kalkuta, India untuk diserahkan pada Lord Minto, namun tidak dibawa ke Skotlandia. Alhasil, hingga hari ini, prasasti Pucangan itu masih berada di museum Kalkuta, India.

"Dan itu di museum India, ditaruh di satu gudang di luar, kena hujan dan angin dan sama sekali tidak dianggap," keluh Peter.

Dua prasasti itu, menurut Peter, sangat penting karena bisa menelusuri perpindahan Dinasti Syailendra dari Jateng ke Jatim, juga menelisik kehidupan di masa Raja Airlangga.

"Raja Airlangga itu tokoh besar. Itu Pangeran Diponegoro dari abad ke-11. Kalau saya jadi kepala cagar budaya, saya akan minta itu kembali. Akan jadi fitur yang bagus di Museum Nasional," tutur profesor tamu di Fakultas Ilmu Budaya UI ini.

Usaha Mengembalikan

Menurut Peter, pemerintah Indonesia pernah meminta pada keluarga Lord Minto dan pemerintah India. Namun belum membuahkan hasil.
Peter menyarankan, untuk artefak Prasasti Pucangan, Indonesia bisa menawarkan barter artefak dari India yang ada di sini.

"Kalau prasasti itu tidak dianggap di India, kenapa tidak diminta kembali. Mungkin ada beberapa benda dari India di sini yang bisa ditukar," sarannya.

Sedangkan untuk Prasasti Sangguran atau Minto Stone, Peter meminta pemerintah melakukan pendekatan secara halus dengan keluarga Lord Minto. Sebab, keluarga bangsawan ini dinilai tidak seperti bangsawan JC Baud, mantan gubernur jenderal Belanda, yang keturunannya dengan lapang dada merawat warisan pusaka itu.

Pemerintah sudah mendekati keluarga Minto, sejak 2004. Salah satu yang mendekati adalah pengusaha Hashim Djojohadikusumo yang bersedia menanggung biaya pemulangan prasasti itu sekitar Rp 3 miliar pada tahun 2008, seperti dilaporkan beberapa media lokal Inggris. Namun, Peter mendorong agar yang lebih proaktif mendekati adalah pemerintah, bukan individu.

"Pemerintah sudah ada usaha, tapi mereka, orang Skotlandia pelit dan minta uang segunung, 70 ribu poundsterling," ungkap dia.

Selain sisi komersial, Peter juga menyinggung sisi mistis. Menurutnya, Minto Stone itu berisi kutukan bagi yang berbuat jahat. Keluarga Lord Minto, dari informasinya, tertimpa kesialan terus.

"Mereka tertimpa sial terus-menerus. Mereka sudah tidak punya kediaman lagi, sudah dijual pada Jepang, kemudian berutang. Saya kira harus ada yang memberi tahu secara halus bahwa dengan memberikan prasasti, namanya akan harum, malapetaka keluarga Minto juga akan diangkat. Jangan main-main dengan benda pusaka," pesannya.

Sumber:

Posting khusus Syariat, Tariqat, Hakikat, Makrifat, silahkan kunjungi:

http://sufipedia.blogspot.com
Visit Sufipedia

Jangan lupa dukung Mistikus Channel Official Youtube Paseban Jati dengan cara LIKE, SHARE, SUBSCRIBE:





http://paseban-jati.blogspot.co.id/p/donasi.html
Visit Donasi Paseban Jati

Anda sedang membaca artikel Yang Berjudul Prasasti Sangguran dan Pucangan Saksi Sejarah yang Terlantar di Inggris dan India. Jika menurut Anda Prasasti Sangguran dan Pucangan Saksi Sejarah yang Terlantar di Inggris dan India bermanfaat mohon bantu sebarkan. Untuk menyambung tali silaturahmi silahkan tinggalkan komentar sebelum meninggalkan Paseban Jati. Jika ingin bergabung menjadi anggota Paseban Jati, silahkan klik DAFTAR. Terima kasih.
Sudah berapa lama Anda menahan rindu untuk berangkat ke Baitullah? Melihat Ka’bah langsung dalam jarak dekat dan berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah. Untuk menjawab kerinduan Anda, silahkan klik Mubina Tour Indonesia | Follow FB Fanspages Mubina Tour Indonesia - Sub.

Post a Comment Blogger Disqus

 
Top